Rabu, 08 Juni 2011

julah kasus abortus dan penyebabnya


1)JUMLAH KASUS ABORSI DI DUNIA
   WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kejadian aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) (WHO, 1998).  Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi aborsi yang tidak aman.  95% (19 dari setiap 20 tindak aborsi tidak aman) di antaranya terjadi di negara-negara berkembang (Safe Motherhood 200; 28(1)).

Tabel 1.  Aborsi yang Tidak Aman: Perkiraan per Wilayah, per tahun
Wilayah
jumlah aborsi yang tidak aman
jumlah kematian akibat aborsi yang tidak aman
% kematian ibu akibat aborsi yang tidak aman
 
 
 
 
Dunia
20.000.000
78.000
13
 
 
 
 
Negara Berkembang
19.000.000
77.500
13
 
 
 
 
Asia*
9.900.000
38.500
12
 
 
 
 
Asia Tenggara
2.800.000
8.100
15
 
 
 
 
Negara maju
900.000
500
13
Catatan: *  Tidak termasuk Jepang, Australia dan Selandia Baru
sumber: WHO, 1998.









2)JUMLAH KASUS ABORSI DI INDONESIA
*      WHO memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per tahun, 750.000 – 1,5 juta dilakukan di Indonesia, 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian (Wijono, 2000).  Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 : Aborsi berkontribusi 11,1 % terhadap Angka kematian Ibu (AKI) , sedangkan menurut Rosenfield dan Fathalla (1990) sebesar 10 % (Wijono, 2000).
*      Kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai angka 2,5 juta. Pelaku aborsi umumnya berada pada kisaran usia 20–29 tahun.
*      Berdasar penelitian WHO,sejak awal 2008 hingga kini,di Indonesia diperkirakan ada sekitar 20–60% kasus aborsi yang disengaja (induced abortion).

*      Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia.  Ini artinya terdapat 43 kasus aborsi per 100 kelahiran hidup (menurut hasil sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun)  atau 37 kasus aborsi per tahun per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun (berdasarkan Crude Birth Rate (CBR) sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup) (Utomo, 2001).
*      Sebuah studi yang dilakukan di beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia mengestimasikan 25-60% kejadian aborsi adalah aborsi disengaja (induced abortion) (WHO, 1998).
*      Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden aborsi lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di pedesaan.  Setiap tahun lebih dari 2 juta kasus aborsi terjadi, lebih dari 1 juta kasus (53%) terjadi di perkotaan, di mana angka ini hanya mewakili 42% dari total keseluruhan.  Hal ini dimungkinkan adanya kasus-kasus yang tidak terlaporkan karena sebaran penduduk lebih luas dan kurangnya akses terhadap pelayanan aborsi.  Studi ini juga menemukan pola yang berbeda pada provider aborsi.  Di daerah perkotaan, 73% kasus-kasus aborsi dilakukan oleh ahli kebidanan, bidan, rumah bersalin dan klinik keluarga berencana (KB), sedangkan dukun hanya menangani 15% kasus aborsi.  Di daerah pedesaan, dukun mempunyai peran yang dominan dalam memberikan pelayanan aborsi, kasus yang ditangani mencapai 84%.  Klien terbanyak berada pada kisaran usia 20-29 tahun baik di perkotaan (45,4%) maupun di pedesaan (51,5%).  Dilihat dari biaya yang dikeluarkan untuk melakukan aborsi berbeda antara satu daerah dengan yang lain, ditemukan bahwa biaya tertinggi berkisar Rp350.000,- hingga 2 juta rupiah yang dilakukan di praktik dokter swasta.  Di rumah sakit biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp200.000 hingga 1 juta rupiah, sedangkan pada bidan berkisar antara Rp8.000 hingga Rp750.000 (Utomo, 2001).
*      Sebuah penelitian yang menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997  pada 1.563 perempuan usia subur dengan status menikah sebagai sampelnya, ditemukan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan paling banyak terjadi pada kelompok usia 15-19 tahun (50,9%).  Sebanyak 11,9% di antaranya berupaya mengakhiri kehamilannya, baik dengan cara tradisional maupun medis.  Upaya pengguguran dengan melakukan sendiri/famili 119 orang (ketidakberhasilan 97,5%), dukun 20 orang (ketidakberhasilan 95%), bidan 25 orang (ketidakberhasilan 88%), dan bantuan dokter sebanyak 23 orang.  Cara pengguguran yang banyak digunakan adalah minum jamu atau ramuan (49,4%), pil (27,5%), pijat (8,9%), suntik (7,9%), sedot (3,5%) dan kuret (2,8%).  Temuan ini sama polanya dengan studi sebelumnya yang dilakukan di Klinik Raden Saleh Jakarta tahun 1988-1991, di mana 61% responden melakukan upaya dengan minum jamu sebelum datang meminta pertolongan induksi haid.  Proporsi kegagalan cara pengguguran berkisar antara 86-98%, kecuali upaya yang dilakukan dengan cara sedot dan kuret (tidak ada kegagalan) (Pradono, 2001).
*      Sebuah penelitian yang melihat karakteristik perempuan menikah yang mencari pelayanan aborsi di 3 klinik pada tahun 1996-1997 menunjukkan usia klien saat melakukan abortus terbesar adalah 31-35 tahun (29,7%), 21-25 tahun (19,4%) dan 17-20 tahun (6%).  Ditemukan pada salah satu klinik, abortus dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 7 minggu (52%), 8-14 minggu sebanyak 46% dan 2% pada usia kehamilan 15-25 minggu.  Permintaan abortus pada usia kehamilan diatas 15 minggu sebagian besar dilakukan pada perempuan usia 21-25 tahun (34%).  Data mengenai jenis kontrasepsi yang dipakai sebelum dan sesudah abortus menunjukkan peningkatan jumlah pemakaian IUD dari 55% menjadi 68,5%, begitu juga dengan suntik dari 2,6% menjadi 8,0% (Herdayati, 1998 dalam Jender &  Kesehatan, Januari-Februari 2001).
*      Jajak pendapat yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia bekerja sama dengan Mitra Perempuan, Ford Foundation, Fenomena, Universitas Atmajaya dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia menunjukkan 83,5% responden laki-laki dan perempuan setuju jika keputusan secara medis dan psikologis mengenai aborsi ditentukan oleh dokter melalui proses konseling dengan pasien (n=600).  Dari mereka yang setuju sebesar 85,11% adalah perempuan menikah (Jender & Kesehatan, 2001).  
 









Untuk aborsi yang disengaja ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa aborsi dilakukan , diantara nya: Pasangan yang belum siap secara mental dan keuangan untuk berumah-tangga,hamil di luar nikah, korban pemerkosaan yang mengakibatkan kehamilan, ketidakmampuan fisik sang calon ibu untuk mengandung, dan  ketidaksetujuan keluarga masing-masing pasangan,dan kehamilan yang dapatbmembahayakan nyawa sang ibu.
Selain itu,penyebab aborsi yang lainnya adalah :
  1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
  2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
  3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
  4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.











DAFTAR PUSTAKA

http//www.blogdokter.com//
Berita Berkala Jender & Kesehatan.  Aborsi: Sebuah Dilema di Indonesia.  Edisi khusus Januari-Februari 2001.  Jakarta: Pusat Komunikasi Kesehatan Berperspektif Jender, 2001.
Pradono, Julianty et al.  Pengguguran yang Tidak Aman di Indonesia, SDKI 1997.  Jurnal Epidemiologi Indonesia.  Volume 5 Edisi I-  2001. hal. 14-19.



















JUMLAH KASUS ABORSI DI DUNIA,DI INDONESIA,DAN PENYEBABNYA
OLEH :
EMMA HAMRIN
909312910106.097

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK)
AVICENA
KENDARI
2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar